Senin, 24 Agustus 2009

2 ( DUA ) MALAM CORETAN KURSUS (cerpen)


Tercoret langkah mencari isi dari tiap tata kata berserahkan jejak melukiskan tiap bait tergores rentakan menderu gumaman bergelombang ricuh . Senja tenggelam lara aku dan dia bercanda bahasa ia berkata “gelap tiba mandi lega akankah kita berserah demi raga.” aku menjawab “dikala ia menanti semua akan jadi walau kita merintih dan meminta kasih.” tak habis bicara terdengar di daun telinga merdunya kumandang memangil dia mengajak “sebelum kita melangkah ada baiknya kita menitip rasa pada yang kuasa.”
Setelah itu kami melupakan dialog yang pertama dan menyiapkan buku serta peralatan lain-Nya kamipun siap pergi , dijalan lewat gong belakang rumah jejak-jejak kecil dan suara lugu mengikuti langkah menuju kursus bahasa , keluguan kata kadang membuat kami debat dan melanjutkan dialog Ke-Dua dalam masalah orang yang bisa kita rengkok dalam pikiran , disana juga kami menyusun kata siapa yang benar dan jalan yang landas lurus .
Tak terasa sudah sampai di tempat kursus sapa dan salam menjumpai kami “ simpul dua berupa ruas menanti puja menyertai dada.” ucapan selamat datang dari mereka akupun sedikit menyela dari kata mereka “pulur dada bermain lapang menendang pulang.” balasan kamipun tercurah , satu dari pembimbing atau guru kami menyuruh raga menuju lantai penuh kata memasuki pintu mulai belajar , didalam ruangan boleh dikatakan kami belita tapi langkah cukup sebaya dari yang rentah dan diruangan belajar juga bersuhut-suhut kalimat omel , bual-bual katapun menyertai guru menjadi rapuh dari retakan suara kami bagai raksasa menggoyahkan telinga , tanpa marah gurupun mereda seolah dia mengerti siap mereka termasuk jua kami berdua , jam akhir dari pembelajaran tiba , saat-saat seperti ini membuat guru lega dan bergegas langkah menuju rumah. Sedangkan kami disini masih aktif menelan waktu bercanda , tertawa , dan so pasti gembira hingga larut menerpa , menerka jua kerumahnya.
Kursus bahasa yang tak begitu mega ini menyisahkan kami bertiga aku kau dan dia , dia meringis kata seakan mengikat tali yang menarik ajak ia bilang “aku sendiri disini jenuh dengan sunyi , akankah kalian mau tetarik dari ikatan yang maya suara ekso membangun bayang dari hampa terang.”aku dan kau menata suara untuknya “kami hanya jari yang merangkai tulisan dan hanya kelopak mata yang merangkap suara dari apa yang kami lihat.” Kata-kata kami berhambur buritan tak pasti kadang ada tolak dan juga iba , berlangsung lagi kata dari dia “aku hanya ambang-ambang angin penanti ada dalam tiada , rentakan miris menari bayang yang melayang tenang.” kami terdiam biru menuntut kata yang setengah ada “kerja kami sekolah esok.” ia mengentengkan kata “ambil saja alat kerja kalian berdua bawah dan nyalakan dengan roda bisa.”kami menyerah “bila kami mempunyai inang , biarkan kami menatap bulan untuk merangkak mengintai resah mengubah gelap menjadikan bayang senyum penantimu.” ia menangkap kata “tataplah dan jadilah bayang tenang dalam jenuhnya terang karna aku tak lama lagi meluncur lepas menggelinding menuju asal perintah kata dan asal kalian tahu aku hanya bisa berputar demi raga didunia sebab aku tak punya apa-apa.” mendengar kata-katanya seolah meringis hati kami luruh , dari rasa ini kami coba mengimbangi kata “tergantung tipis tali yang tandus melambai jaring berseru lumpu kami terima dan akan menemani jenuhmu.” terlihat hati kami bertiga takjub bermain lakon menundukan kata demi pengintai rahasia bayang cacaran pikir terus bercumbu cerita berganti-ganti suara aku kau dan dia manyala dalam ria tanpa rasa beda , untuk malam ini mingkin sedikit terbuka cerita dengan alas guling terjepit kepala kami bertiga hingga sudah berita lara malam pun senyap tanpa suara , lelap tak menduga dia nyenyak dan kami hanya bisa mendengar suara gemuru yang merdu keluar dari lubang mulutnya , kami melihatnya begitu polos wajah rayunya dan kami menyusulnya untuk tidur . Subuh tiba dia membangunkan kami dari tidur mengajak untuk shalat berimaman dia yang memimpin dalam penyerahan kasih embun .
Pagi yang sejuk menyertai kami pulang kerumah yang diiringi pohon dan rerumputan yang hijau indahnya pagi itu . Malam ke-Dua seperi biasa kami kembali kekursus melakukan hal-hal yang seperti anak belita bercanda , tertawa , dan so pasti gembira namun malam ini ada yang beda kulihat dia gelap kesat dan nafasku menghirup tak berada , perasaan itu ku simpan dalam tanya dan aku melanjutkan belajar hingga pengujung jam tiba , waktu kami sudah selesai belajar teman-teman pulang kerumahnya dan disini kau dan aku , kau bertanya “apakah sudah tiba atau sudah lalu.” aku menghela nafas “mungkin sudah tiba dan mungkin juga sudah lalu sebab katanya dia tak lama lagi.” sedang asik bicara guru yang mengajar tadi berkata “saya duluan ya pulangnya.” kami menjawab “ya bu hati-hati dijalan.” dan kami melanjutktkan pembicaraan kau bilang “biar kita kenang , biar kita menanti yang akan datang sebab dari sinilah kita bisa memetik apa yang sudah melekat pada kita.” aku menjawab “oh iya aku mengerti maksudmu , jikalah nanti kita pisah jauh menanti batas disana bahwa sesungguhnya karma itu ada dan jadikanlah ini penerang kita.” kau menerka kata “ ngomong-ngomong sudah larut nih ayo kita pulang dan mimpikan suatu hari kita ditolong seseorang dan biar kita hidup dijalan impian mempunyai bayang , mempunyai terang yang tenang.” kamipun bermain kata-kata khayal aku menjawab “ah uda tambah larut nih ayo jalan.” jalan seperti biasa lewat gong belakang rumah , kami bercanda riang seakan melupakan apa yang telah terjadi dua malam coretan kursus itu.
Tiba dirumah kami bergegas untuk tidur melepaskan bayang menuju jalan bawah sadar .

sekayu...course
2008

Gejolak Egoisme

gereget tahta
mencuci darah dalam petaka
dursilanya jaya diatas butala
dengan menggerumit segala perintah
bangunan istana buat singgasana

sedangkan mereka hampa rasa percaya
bahwa ada pikir jalan lurus
yang benderang untuk mencabik nafsunya
yang egistik

tak tahu mengapa...!

gejolak egoisme telah menggitik daya jalan otak
sehingga tingkah berubah menjadi galau

hanya menunggu akhir
yang bertanya dalam pertunjukan
akan adakah haul
yang mampu merabikan sifat
dan tahta yang dibangun demi keegoisan
di butala...!

sekayu...kayuara
2009

Selasa, 11 Agustus 2009

"Hari Pudar"

hari pudar
seperti hari ini
tak tahu menyala cerah
laksana fajar dan senja

"kala waktu membungkus kulit
yang menjadikan daging
dari khilap nafs"

haripun tersedia gemetar
.......tubuh menggigil.......

ujar kau...?
cukuplah...
cerahlah...

sekayu...skynet
2009

Jumat, 07 Agustus 2009

Renungan Malam

dibawah pohon besar
menghujah pentas renungan
dengan dataran sungai musi
pikiran menerawang khayal
akan kelir yang tersimpan rahasia mistis

ditambah sebuah gubuk
yang berdiri di belakang pikiran
tentang gelombang
yang tak teramat sangat deras

utamanya lagi pundakku berdesir
ketika kilatan bulan
dan sebuah pembatas penglihatan
hadir membawa warna
kemerah-merahan dilangit itu

bukan sebuah peradaban
kelokan jalan berakar seribu
sedangkan alam juga masih menyala
dengan tirainya
tanpa tahu kapankan.....itu!

sekayu...dermaga musi
2009

Laman Waktu

"deretan lampu malam berjajar
di alunan jari malaikat mimpi

surupati berkata :.......
kala hemburan sinar tak akan rona lagi

lampu neon dan silapan apipun terhempas

sejenak dia terbahak dalam pementasan lakon
dan sebatang rokok terhisap habis

kemudian dia membuka secarik kertas
ditulislah sebuah takdir
dewa sastra tercatat."

sekayu..di depan kos-an
2009

Adpertasi W.S.RENDRA

kadang sosok penyair peka terhadap ramalannya
tergores dari aksara dan kalimat sajak
hasrat menggugah bayang
tentang pikir dan getaran tangan

bukan realis yang tergambar
dalam coretan lukisan
hanya saja ingat akan waktu
singgah di istana ketiga

w.s.rendra ingtlah tentang sajakmu
"ma bukan maut yang menggetarkan hatiku"

rumput itu telah siap sayang
untuk meninggalkan jejakmu
dari tanah kuning

kaupun menimbun ingatanmu
yang telah habis dimakan usia
sedangkan hanya menunggu dan menunggu
langkah yang datang menghadiri tangis di balik tirai

hanya tersisa harap
jikalah waktu masih ada tetesan
tentang kau kembali lagi

ucapku
singgahlah dengan damai
laksana ilalang menuju atasnya

sekayu...disekolah
2009

Kamis, 06 Agustus 2009

Garis Renungan

di bawah renungan bulan
menyalak raung pembalas
arah utara dan selatan
membradu di dalam jarak

tanpa sedikitpun jejak fragmen berdiri
antara kau dan dia sudah tertakdir garis
saling menjaga batas

bila saat nanti saling
bercengkram
memakan
bahwa itu jalan

sekayu...renungan pasir musi
2009

blue

ribuan bumbum terkubur di dalam pusar dan
satu per satu terpental manuju arah buritan
terlepas dengan getar ala awam

surat itu berlukiskan kujarat mawar
tentang pena harum semerbak
pujian
sanjungan dan
permintaan
hanyut dalam barisan rima

penghayatan tinggi
berucup melintasi ozon
terlalu tinggi
namun
itulah ide pokok yang
mendasari ala surat
tentang penyalaan surga
di atas pundakku
janji malam biru

sekayu...di kamar
2009

Senin, 03 Agustus 2009

COUPDE'TAT

bukan lagi kudeta antara bangsa dan bangsa
kita indonesia telah punya kubu
tak perlu lagi darah mengalir
hingga membendung sungai merah

untuk puluhan tahun adalah jeritan bangsa yang telah girang dimakan kebebasan sila
tak perlu lagi saling menginjak karna pergantian sudah ada
tak perlu lagi mendirikan tabu atas setiap asas manusia
dengarlah renungan rakyat
kita merdeka...merdeka...dan merdeka

instuitif kita adalah saling menggandeng tangan
bergerak dan mengayunkan
serta membuka senyum diatas butala
ucapkan selamat datang hari peringatan
biar kita buka sedikit lembaran lama dan
meneteskan kesucian kristal yang mengalir diatas renungan bangsa

indonesia , merdeka...merdeka...merdeka